Menurut saya, penggunaan
bahasa Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa asing sehingga semakin
melunturkan semangat melestarikan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik harus dikaitkan dengan situasi dan
kondisi di mana dan kapan bahasa digunakan. Disamping itu, harus juga
dipertimbangkan siapa yang menjadi teman bicara kita.
Ketika seseorang berbicara dengan Orangtuanya, bahasa yang baik
adalah bahasa yang santun. Biasanya, pengungkapannya penuh dengan rasa hormat dan
menyenangkan hati Orangtua. Walaupun struktur kalimat yang digunakan tidak
terlalu dituntut sesuai kaidah, yang penting bahasa lisan yang digunakan
seorang anak terhadap Orangtuanya menyenangkan.Begitupun juga dengan teman
sebaya, kita juga harus berbahasa yang baik. Tetapi apakah kita juga harus
berbahasa yang benar? Tentu saja tidak. Persoalannya adalah kapan dan di mana
saja kita berbicara. Bahasa yang baik itu perlu diperhatikan karena sesuai
dengan situasi dan kondisi. Namun bahasa yang benar tidak kita gunakan dalam
berbagai situasi dan kondisi. Percakapan sesama teman, apalagi sifatnya tidak
formal, tentu tidak menggunkan bahasa yang benar. Dengan demikian, bahasa
antarteman tidak sama dengan bahasa ketika kita berbicara dalam suatu seminar
atau di dalam kelas yang sifatnya formal. Situasi formal itu menuntut seseorang
menggunakan bahasa yang baik dan benar.Seorang Pejabat yang sedang menyampaikan
pidato di d epan peserta seminar atau memberikan arahan kepada bawahannya tentu
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang baik dalam dua situasi
formal itu adalah adanya sifat keformalan dalam kedua situasi itu.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang
sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun
bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
1.
Penggunaan kaidah tata bahasa normatif.
Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami
ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2.
Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan
bukan cantik banget; uang dan bukan duit;
serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3.
Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang
kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus
mengikuti aturan ini.
4.
Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun
hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat
dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek
setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan
bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5.
Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat
umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku
sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus
diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari
semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor
4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa
normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan
penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata
baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan
menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi. Yang dimaksud bahasa yang benar adalah bahasa yang
sesuai dengan kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi kaidah, baik bahasa lisan
maupun tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar